Paradigma


26 Januari 2013 lalu, saat sedang lokakarya, Prof Tri mengemukakan bahwa highlight renstra FK Unpad tahun 2012-2016 ini adalah EXCELENCE.

Apa yang FK Unpad unggulkan?

Lengkapnya: Research & Education Excelence for Society.

Tapi saya bukan mau membahas tentang excellence-nya. Ini tentang paradigma.

Coba lihat kata “Research” di atas.

Ketika itu, Prof Tri bertanya, “Berapa bobot riset di perkuliahan?”

Ketika itu, peserta lokakarya yang S1, terutama yang sedang skripsi (angkatan 2010) menjawab dengan yakin: 4 SKS!

Nah, ini yang harus diubah. Paradigma. Memangnya, kalau mencari Learning Issue kita ga “riset” dulu? Jangan konservatif. Saat diberi kasus di tutorial, kita dibiasakan dengan mengidentifikasi masalah terlebih dahulu. Apa masalahnya? Lalu kita diskusikan, hipotesis yang menunjang masalah itu apa? Mekanismenya yang paling mungkin seperti apa? Tambahan informasi apa lagi yang kita butuhkan supaya kita bisa menjawab permasalahan ini? Apa yang belum kita tahu? Dari sanalah topik learning issue ditentukan. Memangnya ini bukan riset? Ini juga riset.

Lalu beliau kembali bertanya, “Organisasi butuh waktu ekstra ga?”

Kalau segala-galanya dikotak-kotakkan. Pasti jawabannya iya. Kalau berpikir, berorganisasi itu belajar sambil praktek, maka sebenarnya ini tidak membutuhkan waktu ekstra.

Paradigma. Antara akademik dan kemahasiswaan. Ternyata kedua hal ini bukan sesuatu yang harus dipilih. Jalani saja keduanya, tanpa dikotak-kotakkan.

Seribu Malam Untuk Muhammad


Seribu Malam Untuk MuhammadSeribu Malam Untuk Muhammad by Fahd Djibran

My rating: 4 of 5 stars

Panggil saya Azalea. *berasa jadi Azalea*

Sama sekali, buku ini tidak membahas seorang tokoh bernama Azalea. Novel fiksi ini berisi tentang pengalaman seorang “aku” yang melakukan pencarian, pencarian jati diri melalui sosok Muhammad Rasulullah. Dikemas dalam bentuk surat yang ditujukan untuk Azalea, kekasihnya di masa lalu. Azalea dan “aku” merupakan sepasang kekasih yang sudah tidak bertukar kabar selama 2 tahun karena “aku” tiba-tiba meninggalkan Azalea begitu saja. Surat yang dikirimkan “aku” kepada Azalea ini menjelaskan alasan kepergiannya yang tiba-tiba, tanpa kabar.

Semua berawal dari sebuah mimpi. Mimpi “aku” bertemu dengan sosok mulia, Muhammad Rasulullah. Padahal, “aku” ini bukan seorang muslim. Gelisah, bingung, tidak mengerti, tapi tidak bisa disangkal. Dan entah dari mana, “aku” tahu saja kalau sosok yang ditemuinya itu adalah Muhammad Rasulullah. Karena mimpi inilah, “aku” melakukan pencarian mengenai sosok mulia itu. Untuk menjawab semua kegelisahannya, kebingungannya, ketidak mengertiannya.

Tapi yah, yang paling bikin saya bingung, terjebak antara dunia nyata dan dunia fiksi, sekaligus bikin terharu adalah bagian interlude buku ini. Jadi surat ini beneran? Sosok Azalea itu nyata? Dan, dalam 2 tahun yang mungkin tampak seperti waktu ga jelas nunggu-apa-siapa-untuk-apa bagi Azalea, Azalea berhijrah, menjadi seorang mualaf. Sampai sekarang, entah bagaimana ujung pencarian sosok “aku”. Apakah menjadi mualaf atau tidak, entahlah. Mereka berpisah, untuk memulai perjalanan ke arah yang sama.

***

Buku ini membuat saya bercermin.

Entah perjalanan seperti apa yang dilalui oleh sosok “aku”. Berapa banyak literature yang “aku” baca mengenai Rasulullah dalam perjalanannya. Berapa banyak orang yang “aku” ajak diskusi dalam pencariannya. Yah, saya tidak tahu.

Buku ini membuat saya bercermin.

Saya teringat percakapan antara Rasulullah dan Umar, ketika tiba-tiba Umar bin Khattab berkata kepada Rasulullah, “Ya Rasulullah, aku mencintaimu seperti aku mencintai diriku sendiri.”

Rasulullah pun menjawab, “Tidak, Umar. Aku harus lebih engkau cintai dibandingkan dengan dirimu sendiri.”

Maka Umar pun segera meralat pernyataannya, “Wahai Rasulullah, aku mencintaimu lebih dari aku mencintai diriku sendiri.”

Ketika sekarang kebanyakan orang galau dalam memaknai cinta, bagi Umar, cinta itu sesederhana kata kerja. Karena cinta itu hanya kata, yang akan bermakna dengan kerja yang kita lakukan. Maka Umar pun tidak mengambil pusing. Buktikan saja. Maka ia menjadi sosok yang paling depan membela Rasulullah, mencontoh Rasulullah, berlomba-lomba melakukan kebaikan dengan sahabat Rasul lainnya.

Rindu kami padamu, ya Rasul
Rindu tiada terperi
Berabad jarak darimu, ya Rasul
Serasa dikau di sini

Cinta ikhlasmu pada manusia
Bagai cahaya surge
Dapatkah kami membalas cintamu
Secara bersahaja

Mencintai Rasulullah. Rindu. Ingin bertemu. Semua itu baru berarti saat dibuktikan dengan tindakan. Seberapa banyak yang saya ketahui tentang Rasulullah? Seberapa banyak saya mengikuti sunnah Rasulullah? Seberapa banyak saya mengamalkan apa yang Rasulullah sampaikan? Ya Allah, astaghfirullah…

View all my reviews

(dulunya buku ini berjudul Menatap Punggung Muhammad)

Mata Ketiga Cinta


Mata Ketiga CintaMata Ketiga Cinta by Helvy Tiana Rosa

My rating: 5 of 5 stars

Saya bukan orang yang terlalu suka puisi, sampai akhirnya saya bertemu puisi karya Faiz. Yang ada di buku KKCK (Kecil-kecil punya karya). Puitiiis banget, puitisnya bukan puitis duniawi lagi. Sejak saat itu saya punya feel yang agak beda sama puisi, kalau bukan dibilang suka. Kadang ga ngerti, kadang ya dingerti-ngertiin aja. Tapi kalau udah baca yang menyentuh, aaaa ga bisa banget.

Yah, dan Faiz ini adalah anaknya Bunda Helvy. Sekarang Faiz-nya udah gede. Tapi saya masih ngefans sama puisi-puisinya. Meski sekarang puisinya Faiz itu angka-angka (soal matematika maksudnya).

Terus saya ketemu sama buku ini. Suka banget sama kumpulan puisi ini. Khas Bunda Helvy, terutama kalau awal kalimat diawali “:”. hehe.

Puitis banget sampe ga ngerti lagi, pantesan Faiz puitis. Terus temanya macem-macem: cinta, perjuangan, kemanusiaan, dan yang ga bisa saya tebak. Favorit saya: Januari Cinta. Rasanya itu menggambarkan bunda Helvy sekali. Jadi terharu. *padahal puisinya bukan buat saya. tapi gapapa*

Silakan dinikmati.

Tapi buku saya 83 halaman. kok bisa ya…

View all my reviews

The Ring of Solomon [Cincin Solomon]


The Ring of Solomon [Cincin Solomon]The Ring of Solomon [Cincin Solomon] by Jonathan Stroud

My rating: 5 of 5 stars

Anggaplah novel ini sebagai fiksi belaka *da emang fiksi*

Buku yang merupakan prekuel dari trilogy Bartimaeus ini mengisahkan petualangan Bartimaeus di masa Raja Solomon berkuasa. Kekuasaan Raja Solomon, terutama karena cincinnya, membuat semua makhluk tunduk dalam kekuasaannya, termasuk kerajaan-kerajaan sekitar. Bartimaeus saat itu sedang menjadi budak Ezekiel *penyihir yang mengabdi pada Solomon*, dan karena kecerdikan dan kelicikannya, Bartimaeus bisa terbebas dari perbudakan dengan memakan masternya itu. Tapi sayang, ia bebas untuk kembali diperbudak, oleh Khaba *penyihir kesayangan yang juga mengabdi pada Solomon*.

Suatu hari, Kerajaan Sheba menerima peringatan, tunduk dalam kekuasaan Solomon dengan membayar upeti atau dihancurkan. Tidak terima diperlakukan secara semena-mena, Ratu Balkis memerintahkan Asmira – pengawalnya, untuk membunuh Raja Solomon dan mencuri cincinnya. Tugas bunuh diri.

Di lain pihak, karena kebodohan Bartimaeus, Khaba dan semua budaknya *termasuk Bartimaeus* dihukum oleh Solomon untuk menyisir daerah gurun dan membereskan perampokan-perampokan yang terjadi di sana. Disinilah awal mula pertemuan antara Asmira dan Bartimaeus. Bartimaeus menyelamatkan nyawa Asmira dari perampok gurun. Sebagi imbalan, dia meminta Asmira untuk membujuk Khaba agar membebaskannya. Asmira sendiri memanfaatkan kesempatan ini supaya bisa mendekati Solomon, sesuai dengan rencananya.

Khaba mengabulkan keinginan Asmira, tapi karena kenakalan-kenakalan yang Bartimaeus buat, Khaba membuatnya menjadi proses yang menyakitkan – dengan mengurung Bartimaeus di dalam botol. Botol itu hendak diberikan sebagai hadiah untuk Solomon. Asmira yang menyadari kemungkinan dirinya untuk segera bertemu Solomon itu tipis, memanfaatkan kesempatan untuk mencuri botol berisi Bartimaeus dari tangan Khaba.

Asmira menjadi master Bartimaeus! Berdua, berusaha untuk menembus penjagaan ketat kediaman Solomon. Twist-twist di akhir cerita yang tidak terduga, dimana ternyata Solomon itu sama sekali tidak jahat. Lalu bagaimana akhirnya nasib Solomon dan cincinnya? Serta Bartimaeus, Asmira, dan Kerajaan Sheba? Yah, silakan baca sendiri. Hehe.

Seperti trilogi pendahulunya, pembaca tidak akan dibuat bosan oleh narasi yang dibuat dari berbagai sudut pandang. Favorit saya: Bartimaeus. Karena dia lucu! Sinis tapi lucu. Terus footnote-footnote-nya yang ga penting. Tapi lucu. Hehe. Saya malah jadi pengen baca lagi triloginya, ada ga ya disinggung-singgung tentang ini. 😀

View all my reviews

Twitografi Asma Nadia: Biografi Mini Asma Nadia, Masa Lalu, Kisah Cinta, Perjuangan, Pemikiran, Ide, Opini, Dan Berbagai Hal Yang Belum Pernah Diungkap Sebelumnya


Twitografi Asma Nadia: Biografi Mini Asma Nadia, Masa Lalu, Kisah Cinta, Perjuangan, Pemikiran, Ide, Opini, Dan Berbagai Hal Yang Belum Pernah Diungkap SebelumnyaTwitografi Asma Nadia: Biografi Mini Asma Nadia, Masa Lalu, Kisah Cinta, Perjuangan, Pemikiran, Ide, Opini, Dan Berbagai Hal Yang Belum Pernah Diungkap Sebelumnya by Asma Nadia

My rating: 3 of 5 stars

Penutup buku ini klimaks. Klimaks banget bagi saya.

Judulnya: Asma Nadia dan I Love You.

Bahkan nulis ini pun mata saya udah berkaca-kaca.

Too much to say (or write?). Tapi somehow, to do list saya bertambah. Hehe. Sebelum semuanya terlambat. *ya ko malah curhat*

***

Easy to read but at the same time can make your “tummy” full. Jilbab, busana muslimah, keimanan, cinta, pacaran, pernikahan, parenting, kepenulisan, motivasi, kepeduliah social, jilbab traveler, diet, olah raga, dan tentang Asma Nadia sendiri. Rame banget kan isinya? Dan favorit saya: bagian dimana follower-nya beliau ikut nge-reply twit beliau. Apalagi yang tentang ta’aruf, haha balalodor pisan (terj. Lucu banget).

Kalau merasa 292 halaman buku ini terasa kurang, silakan follow langsung @asmanadia atau silakan cari buku Asma Nadia lainnya di toko buku terdekat 😀

View all my reviews