The Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan by Eric Weiner
My rating: 4 of 5 stars
Ada 3:
1. Setelah menunggu sampai titik darah penghabisan (492 dari 512 halaman), akhirnya Eric Weiner ini menceritakan bahwa dia melakukan perjalanan ke Bali dan Lombok (mainstream sih. Tapi saya aja belum pernah.). Meski hanya ada 1 paragraf, tapi diakhiri dengan kalimat “perjalanan ini masih sangat layak untuk dilakukan”.
2. Paragraf terakhir di halaman 499 so sweet!
3. Saya suka buku ini dalam konteks wujud materinya, physically. Saya suka tekstur covernya, tampilan bukunya, layoutnya, harum kertasnya. Saya suka ❤
***
Buku ini merangkum perjalanan Eric Weiner dalam menjelajahi dunia untuk mencari negara apa yang paling bahagia di dunia ini. Dia mulai dari Belanda karena data penelitian mengenai kebahagiaan ada di sana. Dilanjutkan ke Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Inggris, India, lalu pulang lagi ke Amerika. Saya awalnya penasaran kenapa Indonesia ga masuk. Bukannya dari hasil penelitian baru-baru ini, Indonesia dinyatakan sebagai negara paling bahagia di dunia. Haha penting banget mempertanyakan ini. Ternyata buku ini buku yang selesai ditulis tahun 2007. Terus terjawab juga sih dikit, di akhir-akhir. Karakteristik setiap tempat berbeda!
Kalau dirangkum (ini daftar isi hahaha) adalah:
Belanda: Kebahagiaan adalah angka
Swiss: Kebahagiaan adalah kebosanan
Bhutan: Kebahagiaan adalah kebijakan
Qatar: Kebahagiaan adalah menag lotre
Islandia: Kebahagiaan adalah kegagalan
Moldova: Kebahagiaan adalah berada di suatu tempat lain
Thailand: Kebahagiaan adalah tidak berpikir
Inggris: Kebahagiaan adalah karya yang sedang berlangsung
India: Kebahagiaan adalah kontradiksi
Amerika: Kebahagiaan adalah rumah
Penasaran kan maksudnya apa? Silakan baca sendiri hehe
***
Di akhir perjalanan, di bandara, Eric Weiner merenungkan perjalanan yang sudah ia lakukan dan masih belum menemukan jawaban mengenai kebahagiaan/tempat paling bahagia. Banyak hal yang kontradiktif. Maka ia pun menelepon seorang peneliti kebahagiaan, John Helliwell. Jadi, bagaimana menurut peneliti terkemuka ini?
“Sederhana saja,” katanya. “Ada lebih dari satu jalan menuju kebahagiaan.”
Iya juga sih. Saya setuju sama peneliti itu. Cuma, saya jadi agak merenung juga.
Sebenernya, kebahagiaan apa yang dicari? Semu atau sejati?
Dan, tanpa maksud berlama-lama, saya akan ingin menutup tulisan ini dengan sebuah doa.
“Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar.” Amin.
View all my reviews