2012 in review


The WordPress.com stats helper monkeys prepared a 2012 annual report for this blog.

Here’s an excerpt:

600 people reached the top of Mt. Everest in 2012. This blog got about 5,300 views in 2012. If every person who reached the top of Mt. Everest viewed this blog, it would have taken 9 years to get that many views.

Click here to see the complete report.

The Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan


The Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling MembahagiakanThe Geography of Bliss: Kisah Seorang Penggerutu yang Mengelilingi Dunia Mencari Negara Paling Membahagiakan by Eric Weiner

My rating: 4 of 5 stars

Ada 3:
1. Setelah menunggu sampai titik darah penghabisan (492 dari 512 halaman), akhirnya Eric Weiner ini menceritakan bahwa dia melakukan perjalanan ke Bali dan Lombok (mainstream sih. Tapi saya aja belum pernah.). Meski hanya ada 1 paragraf, tapi diakhiri dengan kalimat “perjalanan ini masih sangat layak untuk dilakukan”.

2. Paragraf terakhir di halaman 499 so sweet!

3. Saya suka buku ini dalam konteks wujud materinya, physically. Saya suka tekstur covernya, tampilan bukunya, layoutnya, harum kertasnya. Saya suka ❤

***

Buku ini merangkum perjalanan Eric Weiner dalam menjelajahi dunia untuk mencari negara apa yang paling bahagia di dunia ini. Dia mulai dari Belanda karena data penelitian mengenai kebahagiaan ada di sana. Dilanjutkan ke Swiss, Bhutan, Qatar, Islandia, Moldova, Thailand, Inggris, India, lalu pulang lagi ke Amerika. Saya awalnya penasaran kenapa Indonesia ga masuk. Bukannya dari hasil penelitian baru-baru ini, Indonesia dinyatakan sebagai negara paling bahagia di dunia. Haha penting banget mempertanyakan ini. Ternyata buku ini buku yang selesai ditulis tahun 2007. Terus terjawab juga sih dikit, di akhir-akhir. Karakteristik setiap tempat berbeda!

Kalau dirangkum (ini daftar isi hahaha) adalah:
Belanda: Kebahagiaan adalah angka
Swiss: Kebahagiaan adalah kebosanan
Bhutan: Kebahagiaan adalah kebijakan
Qatar: Kebahagiaan adalah menag lotre
Islandia: Kebahagiaan adalah kegagalan
Moldova: Kebahagiaan adalah berada di suatu tempat lain
Thailand: Kebahagiaan adalah tidak berpikir
Inggris: Kebahagiaan adalah karya yang sedang berlangsung
India: Kebahagiaan adalah kontradiksi
Amerika: Kebahagiaan adalah rumah

Penasaran kan maksudnya apa? Silakan baca sendiri hehe

***

Di akhir perjalanan, di bandara, Eric Weiner merenungkan perjalanan yang sudah ia lakukan dan masih belum menemukan jawaban mengenai kebahagiaan/tempat paling bahagia. Banyak hal yang kontradiktif. Maka ia pun menelepon seorang peneliti kebahagiaan, John Helliwell. Jadi, bagaimana menurut peneliti terkemuka ini?

“Sederhana saja,” katanya. “Ada lebih dari satu jalan menuju kebahagiaan.”

Iya juga sih. Saya setuju sama peneliti itu. Cuma, saya jadi agak merenung juga.

Sebenernya, kebahagiaan apa yang dicari? Semu atau sejati?

Dan, tanpa maksud berlama-lama, saya akan ingin menutup tulisan ini dengan sebuah doa.

“Rabbana atina fiddunya hasanah wa fil akhirati hasanah waqina adzabannar.” Amin.

View all my reviews

The Happiness Project


The Happiness ProjectThe Happiness Project by Gretchen Rubin

My rating: 3 of 5 stars

Sometimes I succeed, sometimes I fail, but every day is a clean slate and a fresh opportunity. (page 288)

***

Katanya, rumput tetangga itu lebih hijau. Hehe. Bisa jadi bener, bisa jadi salah. Kalau benar rumput tetangga lebih hijau, reaksi kita bisa jadi iri lalu ngambek ga jelas atau bertanya kepada tetangga dan mencoba membuat rumput yang kita miliki sama hijaunya dengan rumput tetangga. Emmm, bisa jadi bukan keduanya juga.

Poinnya adalah, belajar dari orang lain.

Kalu diibaratkan rumput-tetangga-yang-lebih-hijau itu adalah kehidupan-orang-lain-yang-lebih-baik (ini dalam artian luas ya), kita bisa belajar dari orang lain. Sebenernya, kita bisa saja belajar dari kesalahan sendiri. Itu jelas harus. Tapi hidup kita terlalu pendek untuk melakukan semua kesalahan itu sendiri dan hanya belajar dari kesalahan diri sendiri. Itulah hebatnya berbagi. Kita bisa mengakselerasi proses pembelajaran tanpa harus mengalaminya secara langsung.

Makanya saya suka sekali baca memoir.

***
Buku ini menceritakan tentang happiness project yang diinisiasi oleh Gretchen Rubin. Apa alasannya? Sederhana, penulis ingin hidupnya lebih bahagia, maka ia pun memulai proyek ini. Since penulis merasa dirinya bukan merupakan orang yang berjiwa petualang, maka ia memutuskan untuk melakukan perubahan-perubahan kecil yang bermakna (menurut dirinya). Chapternya dibagi per bulan dengan tema berbeda setiap bulannya. Misalnya, Januari tentang vitalitas, Februari tentang pernikahan, Maret tentang pekerjaan, April tentang peran sebahai orang tua, dan seterusnya.

Sejujurnya, kalau orang lain ga merekomendasikan buku ini, saya mungkin ga akan baca. Hehe. Jujur, baca buku ini pun agak melelahkan, ga tau kenapa. Bosen? Mungkin. Tapi saya terpengaruh! Haha. Misalnya saja, kebiasaan olah raga. Saya benar-benar mengaplikasikannya (selama ini resolusi hidup sejak 2008 tapi cuma wacana aja) setelah membaca bagian penulis mulai olah raga secara rutin.

Terlepas dari setuju atau ga setuju sama penulis, buku ini menurut saya inspiring. Banyak hal kecil yang bisa ditiru. Yang penasaran, bisa langsung buka www.happiness-project.com atau kalau mau dapet toolsnya bisa klik www.happinessprojecttoolbox.com.

Menurut saya, buku ini cocok untuk orang-orang yang ingin melakukan perubahan dalam hidupnya tapi tidak mau atau tidak bisa melakukan perubahan yang ekstrem. Seperti apa yang buku ini bilang, happiness project setiap orang itu unik. Ga harus sama. Bisa jadi dimulai di awal tahun seperti yang penulis lakukan, atau kapan pun kita siap melakukannya. So, selamat membaca dan mencoba 🙂

View all my reviews


Ketika pohon terakhir ditebang,

Ketika sungai terakhir dikosongkan,

Ketika ikan terakhir ditangkap,

Barulah manusia akan menyadari bahwa dia tidak dapat memakan uang.

— Sebuah rambu di Bhutan

Bhutan, salah satu negara paling bahagia. Unik. Bukan dengan GDP, tapi dengan Kebahagiaan Nasioanal Bruto-nya. *emang kebahagiaan bisa dikalkulasikan? Kaebanyan orang nanya itu*

Unik, saat lampu lalu lintas ditiadakan karena masyarakat lebih menginginkan polisi untuk mengatur lalu lintasnya.

Yah, unik 🙂

Kata Leo Tolstoy sih, “All happy families resemble one another, each unhappy family is unhappy in its own way. ”

Tapi nampaknya, setiap orang pun bahagia dengan caranya masing-masing.

Pertanyannya: kebahagian semu atau sejati? 🙂