Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin


Daun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci AnginDaun Yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin by Tere Liye
My rating: 3 of 5 stars

“Bahwa hidup harus menerima… Penerimaan yang indah. Bahwa hidup harus mengerti… Pengertian yang benar. Bahwa hidup harus memahami… Pemahaman yang tulus. Tak peduli lewat apa penerimaan, pengertian, dan pemahaman itu datang. Tak masalah meski lewat kejadian yang sedih dan menyakitkan.”
— Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin halaman 196, Tere-Liye

“Kebaikan itu seperti pesawat terbang, Tania. Jendela-jendela bergetar, layar teve bergoyang, telepon genggam terinduksi saat pesawat itu lewat. Kebaikan merambat tanpa mengenal batas. Bagai garpu tala yang beresonansi, kebaikan menyebar dengan cepat.”
— Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin halaman 184, Tere-Liye

“Kak, kenapa angka nol itu harus seperti donat? Dede bisa saja menulisnya dengan bentuk lain kan, seperti segitiga? Memangnya ada yang melarang?”
— Daun yang Jatuh Tak Pernah Membenci Angin halaman 43, Tere-Liye

Kesan selama baca buku ini: Penasaran dan sendu! Penasaran “dia” itu siapa. Penasaran akhirnya gimana. Penasaran pokonya. Penasaran sekaligus ga tega kalo langsung ngintip bab akhir (padahal biasanya kalo penasaran, saya bakal langsung menuju bab akhir).

Dan sendu, ya, coba aja baca deh. Sendu!

Oleh-olehnya, itu tuh 3 quotes yang saya suka di buku ini 🙂

View all my reviews

Leave a comment